Persiapan Pementasan "Ruang Rias"

Pohon! Awalnya, Teater Pohon berencana menggarap suatu fase dalam kehidupan Hajah Rangkayo Rasuna Said untuk diangkat ke panggung pada akhir tahun 2012. Naskah sudah hampir jadi, dengan judul "Rasuna: Perempuan Hijau di Ranah Merah". Namun, kami kekurangan beberapa perempuan aktor yang bersedia terlibat ke dalam pementasan tersebut.

Seiring dengan itu, kami juga punya "beban" untuk kembali mengikuti perhelatan Dramakakala Fest 2013 yang diselenggarakan oleh tabloid teater Dramakala dan Asosiasi Pengajar Drama Indonesia pada bulan Februari 2013. Beban untuk ikut itu karena kami pada tahun 2012 dalam ajang tersebut meraih penghargaan untuk kategori pementasan terbaik, sutradara terbaik, dan aktor terbaik.







Dengan kondisi seperti itu, akhirnya kami memutuskan untuk menunda penggarapan lakon "Rasuna: Perempuan Hijau di Ranah Merah", walaupun kami secara informal telah diizinkan oleh seorang cucunya untuk mengangkat kisah Bunda Rasuna dan mendapat dukungan semangat dari Buya Syafi'i Ma'arif, mantan Ketua Umum Muhammadiyah. Kami berharap lakon "Rasuna: Perempuan Hijau di Ranah Merah" bisa kami panggungkan di tahun 2013 juga.



Penggarapan "Ruag Rias" pun dimulai. Tadinya, kami ingin menggarap lakon pendek ini dalam tiga versi: versi pertama dimainkan oleh dua orang perempuan; versi kedua dimainkan oleh dua orang laki-laki, dan; versi ketiga dimainkan oleh tiga orang waria. Masing-masing akan garap oleh tiga sutradara berbeda, yakni Pedje untuk versi perempuan; Madin Tyasawan untuk versi laki-laki, dan; Ch. Cheme Ardi untuk versi waria. Ketiga versi itu akan kami pentaskan secara berurutan di atas satu panggung, semacam omnibus namun dengan lakon yang sama. Sayangnya, dalam perjalanan, hanya versi waria yang bertahan, yang dimainkan oleh Pandan Wangi, Devi Bernadette, dan Angelique Wanty, dan dipersiapkan untuk mengikuti Dramakala Fest. Namun, sebelumnya, pementasan pertamanya akan digelar di Auditorium Gelanggang Remaja Jakarta Barat, Jalan dr. Nurdin IV No. 1 Grogol, pada 7 dan 8 Februari 2013 pukul 19.30 WIB.

Inilah foto-foto proses latihan "Ruang Rias".












“Ruang Rias” merupakan suatu lakon pendek yang mencoba menggambarkan bagaimana mitos-mitos kecantikan dan keindahan diproduksi, dikonstruksi, dan dieksploitasi, sehingga menimbulkan korban. Ironisnya, posisi sebagai korban itu kerap tidak disadari atau malah dinikmati dengan sukacita oleh korbannya. Caranya antara lain dengan penciptaan simulakra-simulakra, yakni yang secara garis besar dapat dikatakan sebagai suatu situasi dan kondisi ketika perbedaan yang nyata dan khayali sangat tipis atau sulit dikenali lagi, suatu konsep yang dipopulerkan kembali oleh filsuf dan sosiolog post-modern dari Prancis, Jean Baudrillard (1929-2007).

Belakangan ini, korbannya mencakup kaum perempuan dan laki-laki, bahkan kaum waria (shemale). Mereka rela mengalami rasa sakit secara fisik dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit asalkan bisa memiliki penampilan seperti mitos-mitos yang diembuskan itu.

Lakon ini mengisahkan Pandan, seorang waria yang mengalami kompleks rendah diri (inferioritas) namun memiliki keinginan untuk bisa tampil menawan. Namun, keinginan itu hanya berani ia wujudkan dalam angan-angan, bukan dalam kehidupan nyata.

Keinginan Pandan tersebut diketahui oleh Bernadette, seorang make up artist. Maka, Bernadette pun menggunakan berbagai cara agar Pandan mau memberanikan diri mewujudkan keinginannya untuk menjadi cantik. Karena, menurut Bernadette, tampil cantik  dan menawan adalah suatu keniscayaan agar orang bisa masuk dalam lingkaran pergaulan yang ia anggap terhormat, suatu lingkaran pergaulan yang terdiri dari orang-orang yang sangat kaya, yang menentukan kriteria cantik dan tidak cantiknya seseorang.

Pada awalnya, Panda memang menolak mengikuti kemauan Bernadette. Namun, dengan berbagai tekanan dan iming-iming, akhirnya Pandan pasrah saja dan bahkan kemudian menikmatinya. Apalagi, Bernadette berhasil mengubah penampilan Pandan, menjadi seperti yang diangankan Pandan.

Sayangnya, di akhir cerita terjadi peristiwa yang tak disangka-sangka dan tak diharapkan oleh Bernadette. Peristiwa ini bisa dilihat sebagai metafora hilangnya nilai-nilai kemanusiaan akibat eksploitasi yang dilakukan sesama manusia dan juga sebagai gambaran atas merosotnya derajat manusia dari makhluk mulia menjadi semacam barang atau benda, akibat terjebak dalam simulakra.


Pada dasarnya, lakon “Ruang Rias” adalah lakon gugatan atas dominasi kaum pemilik modal atas konsep kecantikan, ketampanan, dan keindahan di dalam masyarakat. Namun, sasaran pementasan ini sendiri bukanlah kaum pemilik modal itu, tapi masyarakat luas pada umumnya dan para penonton pertunjukan ini pada khususnya. Dengan harapan, kesadaran kritis para penonton terhadap fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari bisa digugah.



Untuk itu, bentuk pemanggungan yang dipilih adalah bentuk pemanggungan dengan pendekatan realisme distortif. Artinya, bentuk pemanggungannya bersandar pada bentuk pemanggungan lakon realis, namun pada beberapa aspek sengaja didistorsikan, sehingga penonton tidak larut ke dalam ilusi panggung. Apa yang terjadi di atas panggung masih akan dapat dikenali sebagai perpanjangan dari realitas di luar panggung atau realitas keseharian, namun sekaligus juga pada bagian-bagian tertentu akan terasa asing dan menuntut penonton untuk tidak sekadar melihat dengan mata dan perasaan, tapi juga dengan kemampuan nalarnya masing-masing. Pada akhirnya, pementasan ini memang diharapkan dapat menjadi semacam dejavu bagi penonton: seakan penonton pernah mengalami situasi yang sama sekaligus merasa asing dengan situasi itu. ***

Tidak ada komentar:

© Teater Pohon. Diberdayakan oleh Blogger.